Rabu, 16 Maret 2011

POLRI MENUJU POLISI SIPIL YANG DEMOKRATIS






Sekarang ini sifat hakikat pekerjaan dan organisasi di sektor modern mulai berubah.dari pekerjaan yang bersifat craft (kerajinan) menjadi pekerjaan yang berbasis pengetahuan (knoledge based works ) dan kebutuhan sumberdaya manusia juga berubah ke arah pekerja yang berpengetahuan ( knowledge workers ) , karena itu pekerjaan yang bersifat rutin (meanigless repetitive task ) mulai diganti dengan tugas pekerjaan yang menekankan pada inovasi dan perhatian (innovation and caring ).Ketrampilan dan keahlian tunggal mulai ditinggalkan diganti dengan profesionalisasi dengan keahlian ganda.
Di samping itu penugasan yang bersifat individual mulai berubah menjadi pekerjaan tim (team work ).” Pemikiran David Osborne dan Ted Gaebler dalam bukunya yang berjudul Reinventing government mengupayakan peningkatan pelayanan publik oleh birokrasi pemerintah yaitu dengan memberi wewenang kepada pihak swasta lebih banyak berpartisipasi karena pemerintah itu milik rakyat bukan rakyat milik kekuasaan pemerintah .
Bagaimana dengan POLRI? Pada organisasi POLRI yang menuju polisi sipil dan demokratis, yang peran dan fungsinya adalah memberikan pelayanan keamanan dengan tujuan melindungi harkat dan martabat manusia sehingga dapat melakukan produktivitasnya dengan aman. Dapat dikatan juga prinsip yang hakiki peran dan fungsi POLRI adalah untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan menyadari bahwa sumber daya manusia sebagai asset utama bangsa.
Dalam masyarakat yang modern dituntut adanya produktivitas. Dengan adanya produktivitas tersebut maka dapat tumbuh dan berkembang, dan yang tidak produktif akan menjadi benalu yang menghambat atau bahkan dapat mematikan produktifitas tersebut. Benalu tersebut salah satunya adalah gangguan keamanan yang dapat berupa tindak kriminal, kerusuhan, konflik sosial, dsb. Sehingga untuk mengatur dan menjaga keteraturan sosial dalam masyarakat diperlukan adanya aturan, norma yang adil dan beradab. Dan untuk menegakkan aturan tersebut, mengajak masyarakat untuk mematuhi serta menyelesaikan berbagai masalah sosial dalam masyarakat diperlukan suatu institusi yang dapat bertindak sebagai wasit yang adil salah satunya adalah polisi, Sosok Polisi yang ideal di seluruh dunia adalah polisi yang cocok masyarakat. Dengan prinsip tersebut diatas masyarakat mengharapkan adanya polisi yang cocok dengan masyarakatnya, yang berubah dari polisi yang antagonis (polisi yang tidak peka terhadap dinamika tersebut dan menjalankan gaya pemolisian yang bertentangan dengan masyarakatnya) menjadi polisi yang protagonis (terbuka terhadap dinamika perubahan masyarakat dan bersedia untuk mengakomodasikannya ke dalam tugas-tugasnya).
Fungsi polisi dalam struktur kehidupan masyarakat sebagai pengayom masyarakat, penegakkan hukum,mempunyai tanggung jawab kusus untuk memelihara ketertiban masyarakat dan menangani kejahatan baik dalam bentuk tindakan terhadap kejahatan maupun bentuk pencegahan kejahatan agar para anggota masyarakat dapat hidup dan bekerja dalam keadaan aman dan tenteram Dengan kata lain kegiatan-kegiatan polisi adalah berkenaan dengan sesuatu gejala yang ada dalam kehidupan sosial dari sesuatu masyarakat yang dirasakan sebagai beban/ gangguan yang merugikan para anggota masyarakat tersebut, Untuk mewujudkan rasa aman itu mustahil dapat dilakukan oleh polisi saja, mustahil dapat dilakukan dengan cara-cara pemolisian yang konvensional yang dilibat oleh birokrasi yang rumit , mustahil terwujud melalui perintah-perintah yang terpusat tanpa memperhatikan kondisi setempat yang sangat berbeda dari tempat yang satu dengan tempat yang lain.
Untuk mencapai pemolisian yang efektif diperlukan gaya pemolisian yang dilandasi dengan ilmu pengetahuan sehingga dapat menyesuaikan dengan corak masyarakat dan kebudayaan serta lingkungan yang dihadapinya
Bahasan dalam tulisan ini mencakup reformasi POLRI dan pemolisiannya, polisi lalu lintas sebagai polisi sipil yang demokratis dan diakhiri dengan kesimpulan dan saran yang dapat dijadikan acuan atau strategi membangun citra POLRI pada umumnya dan polisi lalu lintas khususnya

Reformasi POLRI dan Pemolisiannya
POLRI selama lebih dari tiga dasawarsa berada di bawah ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indionesia), yang pada masa reformasi telah mandiri. Kemandirian POLRI diawali sejak terpisahnya dari ABRI tanggal 1 April 1999. Sebagai bagian dari proses reformasi bangsa Indonesia haruslah dipandang dan disikapi secara arif sebagai tahapan untuk mewujudkan Polri yang profesional dan yang berorientasai pada pelayanan keamanan masyarakat, dalam tata kehidupan masyarakat modern yang demokratis. Kemandirian POLRI dimaksud bukanlah untuk menjadikan institusi yang tertutup dan berjalan serta bekerja sendiri, namun tetap dalam kerangka ketata negaraan dan pemerintahan negara kesatuan Republik Indonesia yang utuh termasuk dalam mengantisipasi otonomi daerah sesuai dengan Undang-undang No.22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.
Corak masyarakat masyarakat Indonesia adalah majemuk yang otoriter dan militeristik (masa Orba) dan saat ini (dalam era reformasi menuju masyarakat sipil yang demokratis).
“ Masyarakat majemuk yang otoriter dan militeristik mempunyai ciri-ciri kekejaman dan kekerasan terhadap rakyatnya sendiri”. Kekejaman dan kekerasan oleh negara atau pemerintah terhadap rakyatnya sendiri tersebut dikarenakan penguasa negara atau oknum-oknumnya tidak menginginkan adanya ketidakpatuhan dari penentangan terhadap tindakan-tindakan eksploitatif yang rakus dan sewenang-wenang dari para penguasa tersebut. Dampak dari kekerasan dan kekejaman terhadap warga masyarakat tersebut oleh negara, adalah bahwa pada waktu rezim otoriter tersebut runtuh maka berbagai bentuk kekerasan dan kerusuhan yang dapat berpotensi disintegrasi”.
Dan hal tersebut menjadi tantangan bagi POLRI dalam melaksanakan pemolisiannya.
Dalam pemolisiannya POLRI harus sudah meninggalkan gaya militeristik yang otoriter dan paternalistik dengan gaya feodal. Di mana pemolisiannya yang dapat diterima dan didukung oleh masyarakatnya adalah yang sesuai dengan fungsi polisi sebagai kekuatan sipil yang diberi kewenangan untuk menjadi pengayom masyarakat dan penegak hukum. Dan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakatnya.
Polisi sipil yang modern dan demokratis adalah polisi yang mengedepankan kemampuan pengetahuannya dalam menciptakan, memelihara dan memperbaiki keteraturan social (kamtibmas). Pola pemolisiannya lebih mengedepankan pencegahan, dan upaya-upaya membereikan pencerahan kepada masyarakat untuk berperan serta. Dan penilaian keberhasilan polisi bukan semata-mata pada pengungkapan kasus atau crime fighter, tetapi adalah pada maintenance order atau restorative order.
Sehingga dalam pemolisiannya dapat berjalan secara efektif dan dapat diterima atau cocok dengan masyarakatnya (sesuai dengan corak masyarakat dan kebudayaannya), diperlukan gaya pemolisian yang berorientasi pada masyarakat dan untuk memecahkan masalah sosial yang terjadi (Problem solving policing). Yang pemolisiannya tidak dapat disamaratakan antara satu daerah dengan daerah lainnya. Tetapi dalam pemolisiannya berupaya untuk memahami berbagai aspek yang mempengaruhi antara lain corak masyarakat, kebudayaannya, gejala-gejala sosial yang terjadi dalam masyarakat dsb.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar